Terasa begitu menyesakkan untuk Rio karena alasan dari semua kegundahan yang ia pendam itu terungkap. Seharusnya ia senang, seharusnya ia bahagia, tapi mengapa dada Rio terasa sesak? Pasti kalian tahu alasannya. Lalu bagaimana dengan pasangan lain?
Part 9 : Keresahan yang Melanda
Mama Ayu masih setia menemani Ify dengan sabar. Jemari Mama Ayu masih menggenggam jemari lemas Ify. Wajah Ify sudah mulai berubah, sudah tidak terlalu pucat. Rio baru datang setelah membelikan teman-temannya itu makanan. Bersama Alvin. Nampan yang dibawanya terdapat beberapa mangkuk berisi indomie kuah yang menggugah selera. Kebetulan cuaca sedang berangin kencang, jadi Rio membelikan makanan itu untuk menghangatkan badan.
“Ini tante. Tante makan aja dulu.”, tawar Rio yang mengangsurkan semangkuk berisi indomie itu. Mama Ayu menoleh, mengangguk, lalu meraih sepasang sendok dan garpu di napan yang dibawa Rio.
“Makasih ya Rio..” ucap Mama Ayu lirih. Membuat Rio menggaruk belakang kepalanya sambil mesem-mesem. Sementara Gabriel melihat Rio dengan tatapan penuh arti.
Semula Gabriel akan melakukan pendekatan kepada Ify. Tapi melihat hubungan Ify dan Rio yang begitu dekat. Terlalu dekat itu membuat Gabriel mengurungkan niatnya. Ia merasa ia akan jadi penghalang untuk Rio. Walau rasa sesak di dada Gabriel tak bisa ia pungkiri, ia harus bisa bertahan. Gabriel bukanlah tipe seorang cowok yang suka menyosor di antara percintaan sohibnya itu sendiri. Lebih baik ia pendam dengan rasa sakit yang masih terasa di dadanya.
Gabriel memilih untuk berdiri, membiarkan indomie yang malang itu tertimpa oleh angin yang berhembus kencang membuat makanan itu dingin. Ia menjawil pundak Rio. Rio menoleh. Mendapati Gabriel tengah menatapnya dengan tatapan setengah menerawang, membuat alis Rio ternaikkan.
“Yo, gue mau ngomong sama lo. Tapi jangan di sini..” ajak Gabriel. Rio malah berdigik ngeri.
“Yel, gue tau gue cakep. Tapi tolong lo jangan nembak gue ya.. Bener-bener dah. Masih banyak fans fanatik lo yang ngantri udah kayak ngantri BLT tau!” Rio berusaha menepis lingkaran tangan Gabriel yang terdapat pada lengannya sekarang. Gabriel menghela napas panjang,
“Ngga ada waktu buat main-main gue, Yo. Ayo ikut gue ke taman belakang sekarang. Gue mau ngomong penting sama lo.”, Gabriel tetap memaksa. Dengan pasrah walau ada rasa bingung di hati Rio, ia mengekori Gabriel menuju taman belakang. Sementara para teman mereka hanya bisa menatap Rio dan Gabriel yang berjalan menjauh.
***
Rio berhenti begitu melihat Gabriel menghentikan langkah. Memang, mereka sudah sampai di taman belakang. Di tempat yang sangat nyaman. Pohon rindang memayungi mereka dari teriknya matahari yang begitu menyengat. Beberapa bangku panjang terdapat di sana untuk para remaja yang sedang beristirahat. Tak lupa ada beberapa tanaman bunga yang mempercantik taman itu.
Gabriel menundukkan kepala, lalu berbalik. “Yo.. Gue mau curhat sama lo. Dan.. Mudah-mudahan curhattan gue ngga bakal ngerusak persahabatan kita yang udah berlangsung lama ini.”, tutur Gabriel. Alis Rio kembali naik. Tapi akhirnya Rio mengangguk.
“Gue.. Suka sama Ify.”, Rio ternganga. Gabriel masih menundukkan kepala. Di lubuk hati Gabriel yang terdalam, ia masih tak percaya. Karena bisa menyukai seorang gadis begitu cepat. Dan itu sangat disadari saat Gabriel bisa merasakan detak jantungnya yang makin lama makin beradu apabila Gabriel dekat dengan Ify.
“Dan, gue juga udah tau kalo elo suka sama dia Yo.”, sambungnya. “Gue udah liat dari sorot mata lo ke dia aja udah beda. Mungkin lo adalah cowok yang pantas buat Ify, Yo. Bukan gue. Untuk sekarang gue akui lo adalah cowok yang baik, yang perhatian, bahkan tanpa pikir panjang lo membawa Ify ke UKS tanpa rasa Jaim.”
Untuk beberapa saat, hanya keheningan yang nyaman di antara mereka berdua. Hanya desiran angin sepoi-sepoi yang berhembus pelan menerbangkan beberapa helai daun yang berjatuhan. Rio terus terdiam. Hanya bisa mencerna apa yang barusan dikatakan oleh Gabriel. Ya, dulu, sebelum Rio bertemu Ify yang sekarang, Rio itu sangat jaim. Jika ada cewek yang ia suka, ia tak pernah melakukan PDKT karena rasa jaim yang melanda. Tapi sekarang? Rasa itu telah Rio buang jauh-jauh hanya untuk peri kecilnya.
“Em.. Yel.”, sahut Rio yang membuat Gabriel menoleh ke arah Rio. Rio tersenyum, walau sedikit pahit.
“Gue hargain perasaan lo ke Ify. Tapi, memang bener apa yang elo bilang barusan. Sepertinya rasa jaim gue yang selalu ada pada diri gue ilang entah kemana semenjak gue ketemu Ify lagi di Bina Pusaka. Entah mengapa setelah elo bilang gue suka sama Ify, gue merasa ada yang janggal..”
“Maksud lo?” Gabriel melipatkan kedua tangannya di dada.
“Maksud gue.. gue belum terlalu yakin sama perasaan gue. Setelah sekian lama akhirnya gue ketemu juga sama Ify, itu udah bikin gue bahagia. Terlalu bahagia. Tapi dengan perasaan gue? Gue belum terlalu yakin apakah gue itu nganggep dia sahabat, sayang sama dia, atau mungkin bisa jadi..”
“Cinta” sambung Gabriel yang dianggukkan oleh Rio. Gabriel tersenyum dan berjalan mendekati Rio. Menepuk pundak Rio pelan.
“Gue yakin sepertinya elo emang cinta ama dia Yo. Deg-degan elo itu memang bisa lo sembunyiin di belakang topeng yang selama ini menutupi wajah merah yang selalu terasa bila lo deket ama Ify. Lo emang ahli banget dalam menyembunyikan sebuah emosi, walau emosi lo saat itu sedang menggebu-gebu.”
Rio tidak menanggapi. Ia berjalan mendekati kolam ikan yang jernih itu dan menatap dirinya yang terpantul di air bening tersebut. Menyipitkan mata, melihat apakah dirinya itu benar-benar dirinya. Dalam lain kata, Rio merasa bahwa dia tak bisa mengontrol emosi yang bergejolak. Merasa bahwa Ify-lah yang membuatnya tak seperti dulu. Dengan sedikit beremosi, Rio mencipratkan air itu.
“Bayangan gue salah! Kenapa gue harus mempunyai bayangan yang sama sekali ngga mencerminkan gue yang sebenarnya! Gue benci ama bayangan gue sendiri! Gue ngga tau harus gimana dengan emosi gue sekarang!! Gue bahkan ngga tau gimana harus sedih, seneng, atau marah!! Gimana Yel!” Rio bisa mengeluarkan amarahnya. Gabriel menarik napas sambil sedikit memejamkan mata, lalu ia hembuskan perhalan seiring ia membuka mata.
“Yo, tenang Yo. Gue ngga mancing elo buat ngeluarin amarah lo terlalu cepet begini. Tenangin diri lo Yo. Tenang..” Gabriel menepuk-nepuk pundak Rio. Rio duduk lalu menyandarkan dirinya ke dinding yang terdapat di belakangnya. Gabriel mengikuti aktivitas Rio dengan duduk disebelahnya.
Rio merenung sesaat lalu beranjak dari duduknya. Gabriel menatap Rio yang membelakangi dirinya. Rio menoleh dengan ulasan senyuman. Gabriel membalasnya. Ia sudah tau apa yang dimaksud oleh Rio. Tatapan Rio seolah berkata, “Makasih Yel..”
Tanpa basa-basi, Rio berjalan ke UKS untuk melihat kembali keadaan Ify. Gabriel memilih untuk menyendiri sebentar di taman belakang. Sambil merenungkan kembali tentang perasaan Gabriel kepada Ify. Berusaha mencari jalan keluar untuk hatinya yang sedang gundah akan masalah cinta yang ia alami. Tanpa Gabriel sadari, seorang gadis tengah mengamati setiap lekuk wajah Gabriel yang tengah melamun..
***
Cakka memilih untuk keluar dari UKS untuk mencari udara segar. Karena di UKS tercium terus bau obat-obatan yang tersimpan di lemari besar berwarna putih. Juga ada di beberapa tempat di luar lemari. Membuat Cakka sedikit boring berada di sana. Dengan salah satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana, ia mulai menelusuri tiap ruangan. Tiba-tiba langkahnya terhenti tepat di depan ruang musik. Sepertinya di sana sedang belajar tentang memainkan alat musik sambil bernyanyi. Cakka menajamkan telinga.
“I got introduced to you by a friend
You were cute and all that, baby you set the trend
Yes you did oh
The next thing I know we're down at the cinema
We're sitting there and you said you loved me
What's that about?
You're moving too fast, I don't understand you
I'm not ready yet, baby I can't pretend
No I can't
The best I can do is tell you to talk to me
It's possible, eventual
Love will find a way
Love will find a way
Don't say you love me
You don't even know me
If you really want me
Then give me some time
Don't go there baby
Not before I'm ready
Don't say your heart's in a hurry
It's not like we're gonna get married
Give me, give me some time
Here's how I play, here's where you stand
Here's what to prove to get any further than where it's been
I'll make it clear, not gonna tell you twice
Take it slow, you keep pushing me
You're pushing me away
Pushing me away
Don't say you love me
You don't even know me
If you really want me
Then give me some time
Don't go there baby
Not before I'm ready
Don't say your heart's in a hurry
It's not like we're gonna get married
Give me, give me some time
oooo, na, na, na, na, na, na, na
na, na, na, na, na, na, na
oooo, na, na, na, na, na, na, na
na, na, na, na, na, na, na
Don't say you love me
You don't even know me baby
Baby don't say you love me, baby
If you really want me
Then give me some time
Give me some time
Don't say you love me
You don't even know me
If you really want me
Then give me some time
Don't go there baby
Not before I'm ready
Don't say your heart's in a hurry
It's not like we're gonna get married
Give me, give me some time....
Terdengar sorak sorai para murid saat sang gadis yang barusan bernyanyi itu menyelesaikan nyanyian sekaligus petikan gitarnya. Sayup-sayup terdengar Pak Joe berkata ‘wonderful, Agni!’. Jantung Cakka tak beraturan degupannya. Saat mendengar nama itu di sebut. Dengan cepat ia menjauhkan telinga dari pintu ruangan tersebut.
Entah mengapa, Cakka merasa bahwa lagu tersebut terlalu menusuk hatinya. Seakan-akan Agni menyanyikan lagu tersebut untuk menyampaikan apa yang ia rasakan kepada Cakka. Menyampaikan bahwa agar Cakka tak berburu-buru menyatakan cinta kepada Agni. Menasehati Cakka agar bisa menggunakan waktu untuk memikirkan perasaan Cakka untuk dirinya. Membuat Cakka sedikit tertegun kepada apa yang dinyanyikan Agni.
Cakka berjalan kembali menelusuri lorong kosong tersebut. Ingin sekali ia mengatakan apa yang ia rasakan kepada Agni. Tapi setelah mendengar apa yang ia dengar barusan, niatnya terurungkan. Karena ia tak ingin membuat Agni repot akan keegoisannya. Tentu saja Cakka tidak mau membuat orang lain susah hanya untuk dirinya sendiri bukan. Saking resah yang ia rasakan, setiap ada batu dihadapannya, ia tendang. Mengutarakan pada dirinya bahwa ia sangat merasa frustasi saat ini.
Di saat yang bersamaan, kelas XII IPA2, kelas Agni keluar berhamburan untuk kembali ke kelas karena bel pergantian pelajaran telah berbunyi. Agni terkesiap melihat sosok dari belakang itu. Sosok yang membuat Agni bisa menangis tempo hari. Cakka. Terlihat sedang mengacak rambutnya sambil sedikit berseru.
“Apa lagu yang elo nyanyiin tadi tertuju ke gue, Ag?! Apa gue salah banget ya di mata lo? Apa gue masih terlihat bagaikan playboy kacangan di mata lo? Arrrrghh!” sekali lagi Cakka menendang kerikil kecil di depannya. Agni menghela napas.
‘Gue masih belum siap aja ama perasaan gue Cak. Memang, lagu tadi itu gue tujuin buat elo. Walau gue ngga habis pikir kalo lo bakal ngedengerin nyanyian gue dari awal sampai akhir. Maaf Cak. Beri gue waktu sebentaaar lagi. Just.. give me some time.’, batin Agni lalu berjalan mengikuti teman sekelasnya yang sudah berjalan di depan Agni. Membiarkan Cakka menyendiri sambil merenungkan apa yang ia nyanyikan dengan perasaan yang makin hari makin terasa sakitnya. Perasaan Agni kepada Cakka.
***
Terjadi keheningan di UKS. Keheningan yang nyaman. Hanya ada Sivia dan Alvin di sana. mama Ayu sedang keluar sebentar untuk memberitahukan Pak Duta, sang wakil kepala sekolah, bahwa Ify akan izin selama beberapa hari untuk beristirahat di rumah. Sivia membisu. Hanya tangannya yang gatal dengan mengetuk-ngetukkan jarinya di atas kasur Ify. Sementara Alvin memberitahukan Irsyad agar mengizinkan dia ke Bu Winda dan bilang bahwa ia menjaga temannya yang sakit.
Sivia mulai beranjak dari tempat duduk. Menatap Alvin. Alvin. Yang cukup merebut hatinya. Ketampanannya yang membuat Sivia terpesona. Kebaikannya yang membuat Sivia tersanjung. Kelembutannya yang membuat Sivia spechless. Kelakuannya tadi siang yang membuat Sivia pertama kali merasakan asma, (?) bukan deng. Membuat Sivia pertama kalinya merasakan rasanya sakit hati. Saat Sivia mengingat kembali apa yang Alvin lakukan, yaitu membuatnya dikacangin. Membuat rasa pedih dan sakit kembali menyerang hatinya..
“Kak Alvin..” sahut Sivia. Alvin menoleh. Sivia menghela napas. Berusaha agar Alvin mengatakan ‘tidak’.. “Kak Alvin.. Suka sama Kak Agni ya?” tanya Sivia to the point. Alvin terkesiap. Hampir saja Blackberrynya jatuh ke lantai.
“Maksud lo apaan Vi?” tanya Alvin. Sivia menghela napas.
“Maksud gue adalah, kenapa lo bisa ngelupain gue sewaktu lo ketemu Kak Agni tadi pas istirahat? Kenapa lo keliatannya seneng banget pas ketemu Kak Agni. Kenapa kak?” tanya Sivia, berusaha menyembunyikan rasa sakit yang sudah mulai terasa di benaknya.
“Sivia.. Kenapa sih? Gue ama Agni Cuma temenan kok. Ngga ada apa-apa. Emang kenapa?” tanya Alvin. Cukup. Sivia memang orangnya agak sensitif kalau soal begini. Hal kecil begini saja sudah bisa membuat Sivia sakit.
“Ngga apa-apa deh kak..” gumam Sivia. Alvin mengangkat bahu. Membiarkan pertanyaan Sivia hilang begitu saja dari pikiran Alvin seiring berputarnya dunia. Seiring berjalannya detik menit jam yang terbawa oleh suasana begitu saja. Sementara Sivia masih terdiam. Batinnya masih terlalu sakit untuk bicara.
Sebenarnya Alvin juga menggumamkan apa yang barusan dikatakan oleh Sivia. Memikirkan setiap suku kata yang keluar begitu saja lewat bibir merah Sivia. Diam-diam Alvin mencuri pandang lewat lirikan matanya. Memperhatikan lebih saksama setiap lekukan wajah Sivia yang terlihat pure dan manis. Rambut Sivia yang sedikit tertiup angin AC yang berhembus pelan tapi sejuk. Jujur, Alvin merasa hatinya benar-benar terebut oleh Sivia. Membuat Alvin terus menerus memikirkan hal ini.
Di batin Sivia, terus menerus terlintas bayangan Alvin yang terlihat begitu bahagia bersama Agni tadi saat selang istirahat. Sebenarnya Sivia ingin sekali menumpahkan air mata saat itu juga. Mengetes Alvin apakah dia sangat perhatian pada Sivia. Tapi ada takut yang melanda. Apa Alvin hanya perhatian pada Sivia hanya karena kasihan melihat Sivia yang menyendiri? Apa semua perhatian Alvin kepada dirinya itu hanyalah sebuah harapan palsu? Sivia menaikkan kedua lututnya kemudian membenamkan wajah di antara lutut tersebut. Alvin segera menyadari tingkah Sivia yang terlihat seperi gadis yang sedang menangis.
“Via.. Kenapa Via..?” nada yang terlontarkan Alvin itu terdengar sangat khawatir. Sivia sedikit mengangkat wajah dan menggeleng. Alvin mengelus rambut Sivia lembut. Membuat Sivia merasa air matanya terasa semakin tumpah dan deras.
“Via? Sakit ya..? apanya yang sakit??” nada tanya Alvin terdengar menjurus ke arah nada yang mulai panik.
Sivia masih tidak menjawab, malah menangkupkan kedua telapak tangan di wajahnya. Membiarkan aliran di pipinya semakin deras. Dan tiba-tiba dia merasakan rengkuhan Alvin di pundaknya yang membimbingnya untuk membenamkan wajahnya di dalam pelukan cowok itu. Merasakan jemari Alvin yang dengan lembut menyusuri rambutnya. Terasa kelembutan Alvin lewat kasih sayang yang selama ini ia berikan kepada Sivia.
“Udah, Vi.. Kalo mau nangis.. Silahkan tumpahkan aja rasa sakir lo itu semua ke gue. Ngga apa-apa.. nangis aja sampe elo tenang.. Gue bakal nemenin elo terus kok..” bisik Alvin. Lalu mengangkat wajah Sivia dengan telunjuk kanannya. Mendapati wajah manis itu berlumuran dengan air mata yang mengalir deras. Dengan lembut Alvin menyeka air mata Sivia.
Sivia mengangguk lalu membenamkan wajahnya di pelukan Alvin. Hangat. Itulah yang Sivia rasakan. Tiba-tiba ia mendengar suara ‘dag-dig-dug’. Sivia meraba dadanya. Memang, jantung Sivia saat itu berdebar-debar sangat kencang. Tapi telinganya mendapati sumber suara itu berasal dari dada Alvin. Mendengar suara ‘dag-dig-dug’ terdengar dari sana. mungkinkah harapan Alvin bukanlah harapan palsu? Apa Sivia masih bisa berharap lagi..?
Alvin masih membelai rambut ikal Sivia. Merasakan detak jantung yang semakin beradu dan aliran darah yang terasa semakin cepat. Serasa berlomba menuju jantung. Berlomba untuk mendetakkan jantung sampai Alvin merasa ingin mati. Tapi rengkuhan dan baju Alvin yang terasa semakin basah membuat Alvin perlahan-lahan bisa menenangkan jantungnya. Alvin ingin sekali menenangkan Sivia, berharap agar waktu terulang ke waktu ia dan Agni berada di lorong. Di saat waktu itu terulang, Alvin ngga akan melupakan Sivia yang terdiam sendiri merasa dicuekin olehnya.
Dalam beberapa saat, keheningan yang tenang. Sangat tenang menyelimuti Sivia dan Alvin. Mereka berdua sama-sama merasakan debaran jantung mereka masing-masing. Merasakan kehangatan yang terpancarkan lewat rengkuhan yang saling mereka berikan. Mereka sama-sama bisa mendengarkan detak jantung masing-masing. Berharap semua beban yang mereka rasakan terbawa oleh waktu yang terus berjalan seiring berputarnya dunia.
Setelah beberapa lama, tangisan Sivia mereda. Perlahan ia mengangkat wajahnya yang sempat ia benamkan ke dalam rengkuhan hangat Alvin. Tapi untuk satu atau dua kali, Sivia kembali membenamkan wajah cantik itu ke dalam pelukan laki-laki pujaannya. Alvin pun tak ada masalah. Rela baju seragam BP itu basah untuk sebuah air mata indah dari cewek yang selama ini terasa merebut hati Alvin.
Setelah Sivia benar-benar lega akan tangisan yang baru saja ia tumpahkan, ia duduk sambil perlahan menyeka air matanya dengan sapu tangan pink kemerahan yang ia bawa. Alvin masih bisa menatap gadis itu dengan tatapan sayu. Benar-benar ingin melakukan sesuatu agar gadis itu selalu tampak bahagia dihadapannya. Jendela UKS yang terbuka membawa semilir angin yang menerbangkan beberapa helai rambut Sivia. Makin terlihat indah di mata Alvin. Membuat Alvin terpesona akan kecantikan Sivia.
“Eh.. jangan dorong-dorong dong!” bisik Gabriel dengan nada yang meninggi.
“Astajim! Jangan injek kaki gue Yo!” teriak Cakka.
“Diem dikit kenapa sih??” seru Rio.
“Lho? Pada ngapain di jendela UKS?” tanya Mama Ayu.
GEDUBERAAAAKKK!! Pintu UKS terbuka dengan Gabriel, Cakka, dan Rio yang saling bertubrukan. Sementara Mama Ayu hanya menggelengkan kepala di belakang mereka. Cowok tiga itu hanya cengengesan. Alvin dan Sivia menatap mereka dengan aura neraka.
“NGINTIP YAAAAAA!!!” omel Sivia. Alvin hanya menunduk.
‘Pada ngerusak momen romantis gue nih..’ batin Alvin dengan kecewa. Tiba-tiba..
“Ngghh.. Gue.. Gue kenapa??” rintih seorang gadis sambil memegangi kepalanya. Semua menoleh.
“Ify??”
Waduh.. The Most Perfect Guys ini semua lagi punya masalah nih. Gabriel yang masih shock dengan perasaan Rio kepada Ify. Cakka yang harus memberikan Agni waktu untuk berfikir tentang perasaannya. Alvin yang sama sekali tak mau Sivia dibuat sedih. Dan Rio yang masih memikirkan tentang Lil Fairy-nya. Tapi, Ify bangun lho! Kira-kira Ify akan langsung ingat tidak ya sama Rio? Tunggu ya part selanjutnya. Komen, kritik, saran, selalu ditunggu!
Ciao!
= Irena =
Baguuss - baguss...
ReplyDeleteLanjutinnya jgn lama2 ya... ^^
saLam knal...follow blog Q jg ya..
makasih .. :)
ReplyDeletesip sip