Hem.. Menurut komentar di part 4, ada yang bertanya “Gabriel nantinya sama siapa?” yah, itu masih panjang lagi ke part yang lebih lanjut. Mungkin untuk sekarang, Gabriel menyelipkan dirinya diantara percintaan sohib-sohib terdekatnya...
Part 6 : Dua Pangeran dan Satu Putri di Sebuah Lorong
“Fy, liat deh. Gue udah beli majalah kaWanku yang baru! Tapi sayangnya...” Sivia mengeluarkan majalah yang ia maksud dan menunjukkan cover depan majalah itu yang terdapat wajah Justin Bieber dan beberapa tulisan artikel yang cukup menarik perhatian.
“Asiiikk.. Tapi kenapa covernya harus JB sih? Kenapa ngga Logan Lerman aja?” Ify menghela napas kecewa. *maaf banget ya bagi fansnya JB -_-* Secara Ify yang sekarang sedang tergila-gila dengan Film Percy Jackson, sangat suka sama Logan Lerman.
Sivia mengangguk dengan semangat menggebu-gebu. “Yup. Setuju banget sama elo Fy, lagipula ngapain wajah begini dipampang di majalah bagus gini. Mending Skandar Keynes juga sihh..” wajah Sivia sumringah saat nama ‘Skandar Keynes’ dilontarkan lewat bibirnya.
“Ah, yaudah deh. Ntar kalo lo udah selesai baca, gue mau pinjem ya!”
“Oke sipp..” Sivia mengacungkan jempolnya dan membuka halaman demi halaman majalah kaWanku tadi. Sementara Ify asyik membaca tweets yang ia buka lewat situs UberTwitter BlackBerrynya.
@AgniAgniaza : keburu kiamat gue nunggu nih guru..
@Oiklip : males banget nih, pelajaran pertama kimia lagi, mending gue nyebur ke sumur daah...
Ify tertawa kecil lalu me-mention status Oik yang barusan ia baca.
@Ifyalyssa : di sblh sklh gue ada sumur ik, mau gue anter? :p RT @Oiklip : males banget nih, pelajaran pertama
Namun kesenangan Ify saat dunia bertweetsnya tersendat karena teringat oleh sesosok wajah yang cukup familiar baginya, tapi Ify merasa asing juga. Rio. Ify menutup situs twitternya. Hm.. Entah mengapa kok setelah nama Rio terngiang dipikiran Ify, moodnya untuk mengupdate status di twitter hilang?
Dengan perasaan tak menentu, Ify mengetuk-ngetukkan pulpennya di meja. Berharap Bu Winda benar-benar datang untuk mengusik pikirannya dari Rio. Entah mengapa semenjak ia bertemu Rio, ia merasa janggal. Merasa bahwa dulu ia pernah bertemu dengan Rio di suatu tempat yang ia tak tau pasti itu dimana. Merasa bahwa Rio itu sangat dekat padanya. Merasa.. ada perasaan aneh yang mulai muncul dibenaknya.
“..Fy.. Ify!!” seru seseorang. Ify nyaris terlonjak kaget. Ify mengelus dadanya dan menoleh ke pemilik suara. Lintar, si ketua kelas membawakan beberapa buku Bahasa Inggris yang Ify tak tahu untuk apa.
“Fy, lo tolong bawain ini dong ke ruang guru.”, Lintar memberikan buku yang berwarna merah itu kepada Ify yang segera ia letakkan di mejanya. Mata Ify membulat. Sebelum Lintar berlalu, Ify sudah protes.
“Woe! Kenapa engga elo aja yang bawa, Tar! Gue kan bukan pengurus kelas..” kata Ify dengan nada yang malas. Lintar berbalik ke arah Ify.
“Seluruh pengurus kelas diharapkan menuju ruangan audio center. Itu yang kata guru pas barusan di intercom. Lo ngga denger apa?” Lintar yang sudah berada di ambang pintu segera pergi dengan pengurus kelas lainnya, termasuk Sivia. Karena Sivia menjadi Bendahara 2 di kelasnya. Ify melengos dan segera membawa buku Bahasa Inggris yang cukup berat itu.
***
“Woi, Yo!” sapa Alvin yang merupakan teman sebangku Rio. Rio hanya menoleh sekilas, tersenyum, dan kembali ke dunia lamunannya. Alvin mengangkat alis.
“Hey, kenapa sih lo Yo? Kesambet? Bengong mulu lo daritadi..” ujar Alvin sambil merangkul sahabatnya itu. Rio menggeleng lemah. Di tangannya terdapat sebuah kalung berinisial ‘A’.
Alvin melihat kalung yang dipegang oleh Rio dengan kening berkerut. Inisialnya sih kayak nama gua yak, tapi kok coraknya cewek banget? Batin Alvin. Ia terus menatapi sahabatnya yang sejak setelah latihan basket saat free period, semangatnya memudar. Sekarang ia merenung, merenung, dan merenung..
Rio masih memandang kalung itu dengan tatapan sayu. Kalung berwarna perak, dengan corak-corak yang sangat mencerminkan bahwa kalung itu cocok untuk anak perempuan. Terlintas wajah seorang gadis kecil di benak Rio. Gadis kecil yang sedang tersenyum manis dengan kalung perak yang melingkar rapi di lehernya. Rio sangat merindukan gadis itu..
“DOOORR!!!” sebuah suara mengagetkan Rio dan Alvin. Hampir saja kalung yang dipegang Rio jatuh ke tas teman yang ada di depannya, Zahra. Rio menghela napas panjang, dan menoleh ke si pemilik suara, yang ternyata adalah seorang cowok berambut lurus tampil tetap dengan wajah yang tenang. Gabriel.
“Yo, tumben sih lo kok kalem amat. Gue malah bosen nih!” gerutu Gabriel yang sudah duduk di atas meja Rio. Rio tertawa kecil.
“kagak, gue lagi moodnya untuk kalem aja..” ujar Rio tanpa melepaskan pandangannya dari kalung yang ia pegang.
“Oooh.. Eh betewe, gue ke sini mau nanya yang PR Kimia halaman 105, yang elektrokimia. Lo kan jago kimia, Yo. Ajarin gue dong..” pinta Gabriel dengan tampang mupeng. Melihat Gabriel dengan tampang seperti itu, Rio tak kuat untuk menahan tawa.
“Buahahahahahahaa.. Fans-fans fanatik lo udah pada ngabur duluan ngeliat tampang elo yang kayak tadi Yel. Dan hak paten ganteng berpaling ke gua daah..” ujar Rio membanggakan diri. Tiba-tiba seseorang menoyor kepalanya.
“Hii.. Gue yang paling ganteng kemana-mana kali yaa” Alvin ikut narsis. Mereka tertawa bersama. Dan akhirnya Rio pasrah untuk mengajar Gabriel yang yah.. cukup lemah pada pelajaran Kimia. Rio mengajarinya dengan sabar, walau kadang dipertengahan penjelasan Gabriel suka memberi komentar yang tak jelas, Rio bisa menyelesaikan ajarannya itu dengan waktu yang singkat dan Gabriel mengerti sejelas-jelasnya. Bersamaan dengan itu, bel pergantian pelajaran kedua berdering. Gabriel segera menutup buku Kimia itu dan berjalan keluar dari kelas XII IPA4.
“Thanks ya Bro! Ngga sia-sia gue punya sahabat kayak elo daah!!” seru Gabriel saat ia berada di ambang pintu.
“No Prob!” jawab Rio tak kalah kencang. Gabriel pun berlalu.
***
Saat berjalan menuju kelas, Gabriel masih bergumam kecil tentang apa yang dijelaskan Rio. Terkadang ia mengangguk-anggukkan kepalanya sendiri tanda mengerti. Karena konsentrasinya yang begitu kuat, ia tak menyadari kalau ia akan menabrak seseorang..
BRAAKK!!! Seorang gadis jatuh tersungkur dengan buku yang ia bawa berserakan di lantai. Gabriel merasa bersalah dan membantu gadis itu berdiri.
“Aduduuh.. Maaf banget ya dek.. Gue ngga ngeliat.”, kata Gabriel sambil memunguti buku gadis itu yang berserakan. Gadis itu mengangguk sekilas, berharap bahwa anggukan itu bisa dilihat oleh Gabriel. Tak ada jawaban dari gadis itu sampai buku terakhir ia pegang.
“Makasih ya, kak. Ngga apa-apa kok,” ujar gadis itu yang ternyata adalah Ify yang tengah menyunggingkan senyuman manisnya. Gabriel ternganga sesaat, kemudian menggelengkan kepala perlahan dengan senyuman yang terulas di wajah tampannya.
“Ngga, eh, maksudnya. Ngga papa kok dek. Eh.. maksudnya, sama-sama dek..” Gabriel menggaruk belakang kepala yang sama sekali tak ada rasa gatal. Sekilas ia mendengar derai tawa Ify yang kecil namun cukup terdengar oleh Gabriel. Gabriel mengangkat wajahnya yang tadi sedikit menunduk dan tersenyum simpul.
“Ya ampun kak. Ngomong yang agak bener dong kak.. Hahaha” Ify masih terlarut dalam tawa. Gabriel menunduk kembali sambil tersenyum yang tak jelas.
‘Aduh, mak! Kenapa tadi gue ngomongnya jadi kayak orang sedeng sih? Ngga jelas banget. Bentar-bentar eh, bentar-bentar eh. Sumpah baru pertama kalinya gue ngga jelas kayak begini..’ batin Gabriel yang masih menunduk. Ia sangat menyesali apa yang barusan ia katakan. Padahal dari dulu ia belum pernah sekikuk ini dihadapan seorang gadis. Apalagi gadis ini sekarang masih larut didalam derai tawa yang indah buatnya.
“Kak, gue duluan aja ya. Udah bel, setelah ini gue ada pelajaran Bu Winda. Jadinya yaah.. Pokoknya gue duluan aja yaa” Ify sudah mulai melangkah menjauhi Gabriel. Lelaki itu yang sudah menyadari akan kepergian Ify, segera mencegah langkah Ify yang sudah mulai setengah jalan menuju ruang guru yang beda 2 ruangan dari kelas Rio.
“Eh Dek!! Tunggu deeek!!” pekik Gabriel sampai suaranya hampir menngimbangi suara microphone sekolah ini. Seketika Ify menoleh dengan tatapan heran. Masih dengan buku-buku yang senantiasa ia genggam.
“Siapa sih elo? Eh salah, siapa nama lo?” seru Gabriel. Ify ternganga sesaat, kemudian tertawa kecil. Membuat aliran darah Gabriel mengalir cepat berlomba menuju jantungnya.
“Alyssa Saufika Umarii! Panggilnya Ify, Kak!” kemudian Ify menghela napas sebentar. “Kalo nama kakak!?” teriak Ify tak kalah kencang dengan suara Gabriel barusan.
“Gabriel Stevent Damanik! It’s pleasure to meet you Ify..” Gabriel sedikit membungkukkan badan dengan tangan kanan yang diletakkan di dada. Mirip dengan perlakuan pangeran yang bertemu dengan seorang putri. Merasa diperlakukan seperti itu, Ify sedikit merasa.. spechless. Ia tersenyum.
“Your pleasure it’s all mine..” balas Ify sambil cengar-cengir kuda. “Yaudah ya kak.. Duluan kak Gabriel!” kemudian Ify melangkah meninggalkan sang pangeran yang tengah menatap punggung sang putri yang lambat laun makin menjauh.
Gabriel menghela napas panjang. Lalu ia menghembuskannya perlahan. Ia tak tau apa yang tadi malam ia mimpikan. Ah.. tak perduli deh. Yang jelas hari ini adalah hari keberuntungannya, seiring dengan perasaan baru yang mulai muncul di hatinya. Entah mengapa Gabriel merasa ingin melompat setinggi-tingginya sambil berteriak ‘YES’. Namun berhubung ini di sekolah, maka Gabriel mengurungkan niat yang barusan ia buat. Tanpa sadar, Gabriel terus tersenyum sampai ia berada di ambang pintu kelasnya. Sekilas lagi ia melihat Ify yang tengah membungkuk kepada seorang guru dan terlontarkan dari bibirnya bahwa ia mengucapkan ‘terima kasih’. Beberapa detik kemudian Pak Dave keluar dari ruang guru dan berjalan menuju kelas Gabriel.
***
Ify berjalan menjauh dari ruang guru. Sebelum melangkah kembali menuju kelasnya, ia singgah sebentar ke kelas XII IPA4, karena tadi Pak Dave menggantikan posisi Bu Rahmi yang mengajar di XII IPA3. Ify berjalan dengan ogah-ogahan. Sebetulnya Pak Dave adalah guru favoritnya, tapi dengan pekerjaan yang sedari tadi tertuju terus kepada Ify, sekarang Ify sedang menganggap Pak Dave itu menyebalkan. Tapi pasti keesokkan harinya, perasaan yang mengganggu pikiran Ify itu hilang entah kemana.
Dengan kepala yang sedikit terdongak, Ify memastikan bahwa kelas yang ia akan masuki itu benar. Ternyata dugaannya benar, tulisan ‘XII IPA4’ terpajang di papan berwarna coklat yang menggantung rapih di atas kanan pintu kelas yang berada di hadapan Ify sekarang. Huuuft.. haaah.. Ify menarik napas dan membuangnya perlahan. Kemudian ia memutar kenop pintu kelas yang terasa dingin. Hm, mungkin karena suhu AC yang dingin membuat hawanya terasa sampai ke kenop pintu luar. Yaampun Ify! Ngapain kamu mikirin begituaan!
CKLEK.. perlahan pintu terbuka. Terdengar suara ribut murid-murid yang termasuk kakak kelas Ify. Wajah Ify tersembul di sela-sela pintu yang barusan ia buka. Lalu melangkahkan kaki perlahan menuju tempat yang persis berada di tengah kelas itu. Seketika kelas itu sedikit lebih sunyi daripada pertama Ify masuk.
“Eh.. kakak-kakak.. Ada tugas dari Pak Dave. Pak Dave la..gi di kelas sebelah ngasih tugas nggantiin Bu Rahmi yang ngga masuk.”, Ify menghentikan kalimatnya untuk melihat sedikit kertas yang dikasih Pak Dave. Kertas itu berisikan tugas yang diberikan beliau. “Emm.. Kakak semua di suruh ngerjain Buku LKS IPA Kimia yang bagian elektrokimia. Halaman, 13-16 bagian A sampe C. Harus dikumpulin hari ini. Makasih..” sebelum Ify meninggalkan tempat yang ia tanjakkan, seorang cewek mengangkat tangannya.
“Dek! Dikerjainnya di buku LKSnya langsung kan?” tanya cewek itu yang ternyata adalah Zahra. Di belakang Zahra terdapat Rio yang menatap Ify dengan tatapan hangat. Yang, entah Ify menyadarinya atau tidak. Ah. Rio tak peduli juga untuk hal itu.
Ify melihat lagi ke kertas itu, kemudian mengangguk. “Iya, kak. Langsung aja di buku LKSnya dan ntar dikumpulin ke ketua kelas.” Zahra mengangguk lalu tersenyum.
“Yaudah. Makasih atas waktunya kak.. Permisi.”, ujar Ify yang mulai melangkah keluar. Saat Ify sudah berada di ambang pintu, Rio beranjak dari tempat duduknya dan mulai mengejar Ify. Alvin yang melihatnya ingin mencegah, namun niatnya terurungkan karena tiba-tiba Irsyad datang dan menanyakan bagian yang ia tak mengerti.
***
Ify berjalan kembali ke ruang guru dengan secarik kertas yang daritadi ia bawa. Terdengar suara langkah kaki yang, sepertinya, berjalan di belakang Ify. Bahkan mengikuti Ify. Tapi Ify tak mempedulikannya. Ia tetap keukeh pada pendiriannya menuju ruang guru. Mengurungkan niat yang ingin menoleh untuk mengetahui siapa yang ada dibelakangnya.
“Ify!” sebuah suara memaksa Ify untuk menghentikan langkahnya. Suara itu. Suara itu sangat familiar bagi Ify. Suara yang selama ini seperti lama sekali Ify tunggu.
Ify menolehkan kepala. Sesosok bertubuh tinggi dengan napas yang sedikit terengah-engah. Dengan rambut yang hitam yang berkilau karena ditimpa cahaya matahari yang menembus lorong kosong itu. Lorong kosong yang mempertemukan Ify dengan dua pangeran dengan image yang berbeda. Rio..
“Eh.. Kak Rio. Kenapa kak?” tanya Ify. Rio menghela napas pelan sambil merogohkan sesuatu dari saku celananya.
Tangan Rio keluar dari persembunyiannya. Terlihat sebuah cahaya yang terpantul dari barang kecil yang tengah digenggam oleh Rio. Ify mengerjapkan mata sejenak, mencermati barang apakah yang dibawa sang pangeran.
Rio berjalan beberapa langkah untuk mendekati Ify. Dengan benda kecil yang masih senantiasa menemani genggaman hangat Rio. Sebuah benda kecil yang memberi kenangan bagi Rio. Kalung perak yang berinisial ‘A’.
Rio menatap Ify dalam-dalam. Ify terdiam dengan hati yang merasa salah tingkah. Meski Ify berusah menyembunyikan rasa itu, Rio tetap bisa merasakannya.
“Inget ini, Lil Fairy?” tanya Rio yang masih menggenggam kalung perak yang terpantul cahaya terik matahari itu. Terlihat di wajah manis Ify bahwa gadis manis ini sedang mencermati barang cantik ini.
Ify membelalakkan matanya. Di saat yang bersamaan, kepala Ify terasa berdenging. Sakit. Pusing. Berat. Itulah yang Ify rasakan. Terlintas beberapa gambar di kepala Ify yang membuat kepalanya semakin berat untuk berfikir. Pandangan Ify berkabut. Wajah tampan Rio serasa berkabut, goyang. Samar-samar ia melihat Rio yang menatap Ify sambil berkata.. “Fy, Ify? Fy?!” Ify ingin menjawab Rio.. Tapi.. Tapi.....
BRUUKK!!
Permisi sebentar ya.. Penulis mau mojok dulu dengan pikiran yang masih mumet.
... ... ... ... ... ... ...
Yak. Udah deh, gimana gimanaaa? Bagus jelek aneh kocak sedih rame?? Silahkan tumpahkan kritik dan saran kalian di kolom ‘comment’ :D. Perasaan di akhir-akhir ini lagi jarang nampilin AlVia ya? *walau part kemaren ada AlVia-nya dikit* jadi part selanjutnya AlVia aja deeh. Kali ini janji deeh :)
Arigatou!
= Irena =
No comments:
Post a Comment