Ify masih tercengang mendengar bahwa Rio adalah seorang kapten basket. Bahkan pertama, ia berfikir kalau semua itu adalah sebuah déja vu. Ify terus-terus memikirkan itu di benaknya sampai kadang pelajaran tak ia pikirkan lagi. Hem, tapi masih ada pasangan lainnya yang menunggu. Tokoh yang senantiasa menemani para cowok di sini. Nyook marii
Part 4 : Only in My Eyes..
Bel sekolah berdering dengan keras. Menandakan bahwa bel istirahat telah tiba. Serempak semua murid dari seluruh penjuru kelas berlari keluar menuju kantin, perpustakaan, dan lain-lain. Sementara Rio cs menghentikan permainan basketnya dan berjalan menuju kantin. Lucky for them, kantin lagi sepi. Belum banyak meja yang tertempati.
Rio segera memesan makanan dan minuman. Ditemani Alvin.
“Bu, pesen nasi seafoodnya satu sama jus mangganya satu ya..” pinta Rio yang sekarang sedang menggenggam uang 10 ribuan. Ibu penjaga kantin itu mengangguk, dan menyiapkan piring dan gelas.
Sementara itu Alvin memesan di bagian kantin sebelah Rio. “Pak, beli Pop mie yang goreng pedes ya. Sama minumnya Prim-a aja deh..” Bapak itu mengangguk dan segera mengambil sebungkus Pop mie berwarna merah yang diisikannya dengan air panas.
Di lain tempat, Gabriel dan Cakka tengah menyantap masakan yang tadi mereka pesan. Namun Cakka tak hanya menyantap makanan itu, melainkan menatap seorang gadis yang sekarang tengah memainkan ponsel Nexian-nya. Gabriel yang menyadari bahwa Cakka sedang melamun, melambaik-lambaikan tangannya di depan wajah Cakka.
“Cakk.. Woi Cak.. Cak...?” Gabriel terus mencoba jurus(?) membangunkan Cakka dari lamunannya. tanpa ia sadari Rio dan Alvin sudah duduk di hadapan mereka berdua.
Rio yang menaruh makanannya di meja sontak bingung melihat Cakka yang melamun. “Yel, Cakka kenapa?” tanya Rio yang menumpukan dagunya di atas kedua tangannya.
Gabriel menoleh sekilas, lalu menggeleng. “Ngga tau nih Yo. Cakka ngelamun ngga jelas..” ujar Gabriel yang telah menghentikan lambaian tangannya di depan wajah Cakka. Kemudian Rio menghela napas panjang..
“CAKKA KAWEKAS NURAGAAAA!!!!!” seru Rio dengan nada komandannya. Serempak semua mata di kantin menuju ke keempat cowok cakep itu.
Cakka terbuyar dari lamunannya dan menatap Rio tajam. Namun yang didapatinya malah sesosok Rio yang sedang makan tanpa ada sesuatu yang terjadi barusan. Cakka berusaha menenangkan dirinya dan melahap kembali cheese burger yang masih hangat setia menemani Cakka dihadapannya.
“Oiya!” seru Cakka yang membuat Rio, Alvin, dan Gabriel serempak menoleh ke arahnya dengan tatapan yang menyimpan aura bertanya. “Hehee.. Alpin, gimana tuh Pin ama si cewek Korea Pin..” Cakka menaik-turunkan alis. Alvin mengerutkan kening tanda tak mengerti.
“Iiihh.. Masa lupa sih sama si-cewek-perpus-novel-eclipse-saga ituu..” goda Cakka sambil mencondongkan badannya ke depan hanya untuk mendorong pundak Alvin pelan. Alvin terdiam seakan-akan mengingat apa maksud Cakka. Setelah dia ingat, wajahnya memerah.
Cakka cekikikan melihat sang cowok yang biasanya di juluki cowok ter-cool di Bina Pusaka ini sedang kasmaran pada seorang cewek. Rio melihat Alvin ikut tertawa, Gabriel hanya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal tanda belum tau masalah yang pasti.
“Berisik lo Cak!” protes Alvin dan kembali mengunyah Pop Moe yang masih hangat itu. Gabriel memulai pembicaraan yang baru.
“Cak, gimana kabar si Oik. Baik, buruk? Hubungan lo masih langgeng-langgeng aja kan?” tanya Gabriel tanpa mengalihkan pandangannya dari nasi goreng hangat yang ada dihadapannya. Cakka menoleh sekilas dan melahap kembali burgernya.
“Gue udah putus ama Oik.”, tukasnya singkat dengan nada dingin. Gabriel tersedak. Bagaimana tidak? Oik itu adalah adik sepupunya. Adik sepupunya yang dekat sekali dengan Gabriel. Gabriel adalah tempat cuhat buat Oik.
Suasana hening sejenak dengan aura yang menenangkan. Hanya terdengar suara riuh dari murid lain dan dentingan sendok garpu beradu dengan piring. Selama menikmati hidangan yang hangat itu, Gabriel berfikir. Kenapa dulu ia mencomblangi Cakka dengan Oik? Padahal dia sudah tau sifat khas Cakka yang selalu melihat ke arah cewek dengan tatapan kasihan. Dia belum pernah melihat Cakka menatap seorang gadis dengan tatapan penuh cinta yang tulus. Yah.. ditambah lagi dengan sisi cukup, ehm, negatif Cakka. Playboy.
Ditengah keheningan tersebut, Gabriel memulai lagi pembicaraan yang masih bersangkutan dengan masalah Cakka dan Oik.
“Cak, gue tau sifat playboy lo itu belum tentu ilang sepenuhnya, tapi tolonglah. Gue harap ini terakhir kalinya lo menolak cewek dengan semena-mena. Pernah ngga sih lo ngerasain CINTA yang bener-bener CINTA. Atau ngga hanya sekedar SUKA.”, tutur Gabriel dengan penekanan di kata-kata ‘cinta’ dan ‘suka’. Cakka tak bergeming, masih asyik mengunyah cheese burger yang masih hangat. Gabriel menghela napas.
Setelah mengunyah burgernya, Cakka segera menjawab pertanyaan Gabriel yang tadi sempat tajam dan sangat menusuk kepada realita.
“Iya Yel. Mungkin sekarang gue lagi bener-bener suka sama seorang gadis yang mungkin menurut elo semua biasa aja tapi di mata gue, dia berarti banget. Dia.. temen SD gue. Walau pas SMP kita ngga satu sekolahan, tapi bayang wajahnya tetep terngiang dibenak gue..” jawab Cakka dengan tatapan kosong menuju piring burger yang sekarang sudah kosong.
Rio terbelalak mendengar apa yang barusan Cakka katakan. Baru kali ini Cakka mengatakan sesuatu yang bernuansa tulus dengan nada yang benar-benar serius. Biasanya Cakka itu biang tawa para cowok tampan ini. Alvin hanya bisa memandang Cakka sambil menggeleng – gelengkan kepalanya. Tatapan penuh keseriusan terpancar lewat wajah Cakka. Meyakinkan kepada para sohibnya bahwa apa yang barusan ia katakan adalah jujur. Bukan suatu kebohongan belaka.
Cakka menatap sohibnya satu persatu. “Gue jujur. Dan gadis ini muncul lagi. Sekarang dia ada di SMA Bina Pusaka. Anak baru pada saat term kedua pas kita di kelas XI. Mau tau siapa?” tanpa ditanyapun Rio, Alvin, dan Gabriel mengangguk dengan semangat menggebu-gebu.
“Oke, namanya...” belum sempat Cakka menyelesaikan pembicaraannya, bel pertanda sesi istirahat telah usai berbunyi. Gabriel mendengus kesal. Padahal momen ini sangat ia tunggu, mengetahui siapakah gadis pujaan Cakka yang selama ini selalu menghiasi hati Cakka yang terlihat seperti playboy kacangan.
Cakka segera beanjak dari tempat duduknya dan mulai berjalan ke kelasnya dan Gabriel, XII IPA3. Diiringi Gabriel yang berjalan di belakang Cakka, Cakka melirik sekilas lagi ke arah gadis yang berjalan berlawanan arah dengannya. Cakka memandangnya tulus, dan gadis itu yang menyadari diperhatikan, menoleh.
“Apa lo liat-liat?” sahut gadis itu dengan tatapan sinis. Karena diperhatikan oleh seorang playboy, tentu saja gadis itu tak akan masuk ke dalam perangkapnya. Cakka hanya sumringah.
“Ngga kok.. Hehehe.. Tuh, liat. Ada coklat di ujung bibir lo. Tadi lo beli sesuatu yang mengandung coklat ya?” Cakka terkekeh kecil sambil menunjuk ke arah sabuah bercak coklat kecil yang berada di ujung kiri bibir gadis itu. Spontan gadis itu meraba ujung bibirnya dan mendapati sebercak coklat di sana. Wajah gadis itu memerah.
“Ah! Udah ah! Gue ke kelas dulu!” seru gadis itu menyembunyikan kesaltingannya. Cakka hanya bisa tertawa melihat gadis itu, pujaannya, salah tingkah tepat di hadapannya. Sekarang yang bisa Cakka lihat dari gadis itu adalah punggungnya yang tengah berjalan menjauh darinya. Gabriel yang melihat Cakka tersenyum kepada gadis yang baru saja berlalu itu, segera membinarkan kedua matanya.
“Cieee.. Cakka... Jadi itu ya gadis kecil pujaan hati lo??” goda Gabriel yang menyenggol lengan Cakka pelan. Wajah Cakka memerah.
Gabriel mengalihkan pandangannya dari wajah Cakka menuju gadis yang tadi berlalu. Hmm.. dari belakang ia kenal siapa gadis itu, tapi agak-agak lupa. Gabriel diam sejenak dan mengingat kembali siapakah gadis yang sepertinya adalah pujaan Cakka. Ah, tak begitu penting juga sih.. batin Gabriel.
“Yuk Cak, kita masuk aja ke dalem kelas. Bentar lagi pelajaran Pak Duta dan kemaren kan udah ada sinyal-sinyal kuis..” kata Gabriel sambil menunjukkan ekpresi muka memelas. Cakka mengangguk, dan masuk ke kelas mengiringi Gabriel yang berjalan di depannya.
Sepanjang waktu menunggu masuknya Pak Duta, Cakka hanya bisa melamun. Entah mengapa, setelah curhat dengan teman-temannya, ia merasa cermin yang sekarang memantulkan dirinya pecah dan membelah-belah sisi dirinya yang berbeda. Antara menjadi cowok cool, kocak, dan sekarang? Pendiam. Cakka menghela napas panjang dan berharap Pak Duta tak kreatif untuk hari ini memberikan mereka semua sebuah kuis Kimia. Ia lebih memilih memainkan Blackberrynya dan membuka situs twitter. Namun, ada berita menarik yang sangat menarik perhatiannya.
“Yo! Anak sekelas! Pak Duta lagi ijin Diknas, jadi kita disuruh ngerjain latihan 1 bab 1 halaman 15 buku cetak. Kalo ngga sempet besok dikumpulin. Oke?” suruh Sion, sang ketua kelas. Sorakan gembira menjawab apa informasi yang barusan Sion sampaikan. Dengan entengnya Cakka segera membuka situs twitter di ponselnya dan mulai asyik kepada dunia twitteran.
Tiba-tiba ada sebuah suara yang mengurungkan niatnya untuk me-Retweet sebuat tweet. “Cak, ada waktu?” tanya Rio yang memasuki kelasnya. Cakka menghela napas dan menekan sebuah tombol untuk meng-sign out account twitternya sebelum ia menanggapi apa yang ditanyakan oleh Rio.
“Kenapa Yo? Ada rapat OSIS lagi, oke fine! Gue ke ruang OSIS sekarang!” jawab Cakka ogah-ogahan. Menyimpan rasa malas yang terdengar dari suara yang ia lontarkan dari bibirnya.
Rio sigap mencegah Cakka saat Cakka ingin pergi keluar kelas. “Cak, serius. Tolong bantuin gue kasih selebaran ini ke anggota basket. Cewek. Ini.. ini.. sama ini..” jelas Rio sambil memberikan beberapa carikan kertas yang bertuliskan informasi tentang pelatihan dan biaya basket pada term ini.
“Oke. Sekarang gue ke 3 kelas?” tanya Cakka. Rio mengangguk.
“Alvin dan Gabriel juga membantu.. Mereka lagi keliling ke kelas X dan XI. Sekalian mempromosikan ekskul kita. Supaya adek kelas ikut juga ke ekskul basket yang berkaptenkan gue yang manis dan ganteng ini..” Rio narsis sambil menepuk pundak kirinya. Cakka menoyor kepala Rio.
“Oke, oke.. I’ll go..” ujar Cakka ogah-ogahan. Diiringi Rio yang berjalan di belakangnya dengan membawa secarik kertas.
***
“Hmm..” Cakka mendongakkan kepalanya ke sebuah papan yang terpajang indah di depan pintu kelas itu. ‘Syukurlah.. Kelas terakhir yang harus gue bagiin selebarannya’ batin Cakka sambil menghirup napas panjang dan mengetuk pintu kelas itu. Didapatinya Bu Ira sedang mengajarkan pelajaran Sejarah di kelas itu.
Bu Ira menundukkan kepalanya kepada murid di kelas itu seakan mengatakan ‘tunggu sebentar, ya’ dan segera membukakan pintu kelas itu untuk Cakka. Saat mendapati Cakka berdiri santai bersandar di dinding yang berada di sisi lain pintu itu. Mendengar sebuah suara terbukanya pintu kelas itu Cakka sontak menoleh dan mendapati Bu Ira sedang tersenyum ke arahnya.
“Eh, Cakka. Kenapa Cak?” tanya Bu Ira masih dengan senyuman di wajahnya. Cakka membalas tersenyum.
Bisa dibilang Cakka itu adalah murid kesayangannya Bu Ira, karena dulu Cakka sering sekali membantu Bu Ira pada saat mengoreksi soal dan memindahkan nilai ke buku nilai. Tak perlu ditanyakan lagi kalau Cakka itu adalah murid kesayangan Bu Ira. Apalagi dulu nilai Sejarah Cakka patut diacungi jempol. Kalau tidak 100, 90.. dan paling kecil yang Cakka dapatkan adalah 89.
“Bu.. Ini, pingin ngebagiin selebaran dari ekskul basket cewek. Tapi keburu waktu nih Bu.. soalnya bentar lagi bel pergantian pelajaran yang pertama. Saya masuk ya bu..” Cakka sedikit membungkukkan badannya saat melewati Bu Ira.
Seperti biasa, pada saat Cakka memasuki ruangan, banyak anak cowok yang terperangah. Banyak juga anak cewek yang berbisik-bisik sambil tersenyum sendiri. Tapi dengan reaksi kelas yang seperti itu, Cakka sudah terbiasa dan tetap melangkah ke depan kelas bagian tengah untuk mengumumkan pengumuman yang ingin ia sampaikan.
Seorang gadis terkejut melihat Cakka memasuki kelas. “Uh.. cowok itu lagi!” desahnya.
Setelah pasti berada di tengah kelas itu, Cakka menyampaikan informasinya. “Ehm. Semua. Gue kesini buat nyampein selebaran kertas ini bagi yang ikut basket cewek. Dsn kertas yang tersisa di tangan gue cuma ada 2.. buat Aren..” Cakka mengadahkan matanya ke seluruh murid di situ. Lalu murid yang bernama Aren itu menunjukkan tangan.
Cakka berjalan menuju tempat duduk Aren dan memberikan secarik kertas itu padanya. Kemudian membacakan salah satu nama lagi dan terbelalak. Sedikit mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang ia baca itu benar.
“Hem.. Agni!” sahut Cakka sambil memandangi seisi kelas. Gadis yang bernama Agni itu mengangkat tangan dengan malas-malasan. Sementara wajah Cakka menjadi sumringah, karena ia bisa lagi melihat gadis manis, walaupun ada raut wajah cemberut yang terpajang di wajah lembut itu.
“Nih, Agni.”, ucapnya seraya memberikan kertas yang berisikan informasi itu pada gadis manis yang ada dihadapannya. Berharap degup jantungnya yang terasa begitu beradu tidak membuat wajah coolnya menjadi merah. Agni menatap Cakka dengan ogah, lalu mengambil kertas itu dari tangan Cakka.
“Thanks” ujar Agni singkat, padat, jelas, dingin. Lalu sebuah kaki tengah menyenggol kaki Cakka dan membuatnya jatuh tersungkur di dekat Agni. Agni adalah tipe yang sangat mengenal belas kasihan, maka Cakka ia tolong.
“eh.. Ngga apa-apa kan Cak?” tanya Agni yang menyimpan penuh kekhawatiran. Cakka hanya membersihkan celananya yang sedikit kotor dan melihat ada beberapa jumput rambut Agni yang menggantung di sebelah telinganya.
Sebelum Cakka bicara sesuatu, ia menyelipkan sejumput rambut Agni ke belakang telinganya. Membuat wajah Agni seketika memerah dengan degupan jantung yang tak beraturan dan perasaan yang menari di tengah hamparan bintang di langit. Membuat dunia menjadi milik mereka berdua.
“Makasih ya Agni..” ucap Cakka tanpa senyuman yang hilang dari raut wajah tampannya. Selesai itu, Cakka berdiri dan berterima kasih kepada Bu Ira yang memberikan beberapa menit pelajarannya. Pada saat Cakka keluar, ia nyaris berteriak.
“YESSS!!!” suara Cakka cukup menggema di lorong yang kosong itu. Kemudian ia bersiul-siul riang berjalan menuju kelasnya. Dengan perasaan yang bagaikan berlari-lari di tengah pelangi yang bersinar setelah hujan. Senyuman di wajahnya mungkin bisa menumbangkan beberapa siswi yang sedang selesai olahraga.
***
Agni masih melamun di kelasnya dan membayangkan wajah Cakka yang sedang tersenyum dan menyelipkan beberapa helai rambutnya di belakang telinganya. Tanpa Agni sadari, ia meraba belakang telinganya yang tadi tersentuh oleh tangan lembut Cakka.
‘Cakka, mungkin di mata publik. Elo itu playboy kacangan.. tapi, mungkin hari ini gue bisa ngerasain karma yang biasanya orang-orang bilang. Dan realita yang mengatakan bahwa BENCI itu tak jauh dari perasaan CINTA.. membuat gue menyadari perasaan gue sekarang sama elo Cak. Tapi mungkin perasaan gue masih belum murni sepenuhnya. Karena sifat lo yang dulu polos bagaikan bidadari ituu berubah seketika menjadi seorang playboy.. tapi mungkin di mata gue sekarang.. Elo lah yang akan jadi pasangan gue kelak..’ batin Agni dengan seulas senyuman tipis, kemudian Agni memusatkan pikirannya kembali kepada palajaran yang sedang di ajarkan oleh Bu Ira.
Okeee.. CaGni udah muncul kan? Puas kan? Oke mari kita lanjut. Mereka ini adalah teman masa kecil namun mungkin ada sedikit masalah di antara mereka yang berupa sifat Cakka yang di kenal sebagai seorang playboy. Masih mau lanjut? Keep comment dulu ya.. Karena komen kalian berguna buat penyemangat aku buat ngelanjutin story ini ke part berikutnya.
Adios!
= Irena =
No comments:
Post a Comment