Sivia-Alvin.. Ify-Rio.. Aaah.. What a cute couple.. tapi belum tentu lho. Mungkin saja mereka mempunyai masalah masing-masing. Seperti Ify, dengan bayangannya yang tak terpantul. Bagaimana dengan Sivia? Atau mungkin Alvin dan Rio juga? Mmm..
Part 3 : Rio Kapten Basket?!
Ify berlari kencang menuju kelasnya. Bel sudah berdering 5 menit yang lalu. Namun berhubung mangkuk berisi bakso yang masih bersisa satu itu memaksa Ify untuk menghabiskannya. Ify memang tak biasa memubazirkan makanan.
Rasa takut menjalar ke jantung Ify. Jantungnya berdetak cepat. Ia takut karena setelah sesi free period itu pelajaran Pak Duta. Yah, taulah sendiri Pak Duta. Yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah dan memegang tanggung jawab dalam mengajarkan kimia kepada para murid. Mungkin terdengar biasa saja tapi kalau Pak Duta itu sudah menasehati satu murid, itu sudah seperti mengetik sejarah tentang pembuatan Pancasila sebanyak 5 kali.
Sekarang Ify sudah berdiri di depan kelas. Hawa tak sedap sudah merasuki tubuhnya. Ia mengintip lewat jendela kelas yang terpampang dihadapannya. Dilihatnya Pak Duta sedang memegang secarik kertas. Dan yang pasti kertas itu adalah kertas absen. Ify mencoba menarik napas.. dan menghembuskannya. Ia mulai memutar kenop pintu kelasnya.
“..Alyssa Saufika!” bersamaan dengan Pak Duta mengatakan itu, Ify masuk ke kelas sambil menunjuk tangan. Semua tatapan murid tertuju pada Ify yang sedang menundukkan kepalanya.
“Alyssa, kenapa kamu terlambat?” tanya Pak Duta yang menaruh secarik kertas itu di meja guru dan melipatkan kedua tangannya di dada. Ify menelan ludah. Masa ia harus jujur bahwa ia harus menghabiskan bakso yang masih tersisa satu?
Ify menunduk. Masih terpikirkan dibenaknya bagaimana menjawab pertanyaan Pak Duta yang tadi belum terjawab. Sementara itu, Sivia masih melihat sahabatnya di depan dengan keringat dingin. Tangannya tergenggam kuat.
Sekarang Ify memberanikan diri untuk menjawab. Walau ada sedikit kebohongan di belakangnya, “Maaf pak, tadi saya abis dari toilet. Itu alasannya saya terlambat” jawab Ify dengan kecil harapan agar suaranya tak terdengar gemetar.
Jawaban Ify terbalas oleh anggukan kecil Pak Duta. “Baik. Silahkan kamu.. duduk.” Sahut Pak Duta. Baru saja Ify menghela napas... “..duduk di lapangan basket. Silahkan keluar dulu selama sepuluh menit. Setimpal seperti berapa menit kamu telat tadi. Cepat!”
Dengan lunglai Ify berjalan keluar kelas diiringi dengan tatapan anak-anak sekelas XI IPA1. Tentu saja Sivia menunduk kecewa. Masa hanya karena terlambat 10 menit. Catat. 10 MENIT sudah dihukum. Ah, mungkin keberuntungan tidak memihak padanya maupun Ify. Mau tak mau Sivia harus mengonsentrasikan pikirannya ke pelajaran kimia karena Pak Duta sudah menjelaskan tentang Bab 1 di depan kelas.
***
Mau tak mau Ify harus duduk di lapangan basket yang cukup terik siang itu. Memandang ke langit yang tertutupi pohon yang tepat ada di atas Ify sehingga hawa disekitar Ify sedikit teduh. Kembali dengan image Ify yang pendiam. Ia terus menerawang sambil terbayang wajah ayahnya yang sedang tersenyum. Ify mencoba menahan air mata yang mulai terasa dikedua sudut matanya.
“Papa...” gumam Ify kecil. Namun gumaman itu tak berlangsung lama. Karena sebuah view lainnya telah menarik perhatian Ify.
Rio, Gabriel, Cakka, dan Alvin tengah berjalan ke lapangan dengan beberapa anak cowok lainnya. Mereka berpakaian seragam basket Bina Pusaka. Spontan Ify menyembunyikan dirinya dibalik pohon itu. Berharap Pak Duta lupa akan hukuman yang beliau berikan kepada Ify.
Rio mengambil posisi paling depan. Diiringi dengan langkah Gabriel, Cakka, dan Alvin di belakangnya. Semilir angin berhembus lembut mengiringi cara jalan mereka yang cool. Daya tarik Rio memang benar-benar menarik perhatian orang. Buktinya, Ify sangat terpana melihat Rio yang seperti itu.
Rio menghentikan langkahnya, berbalik untuk memberi aba-aba kepada para anggota tim basket. “Oke. Sebelum kita mulai latihan karena pelatih kita, Kak Septian ngga dapat hadir hari ini, kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa, mulai!” serempak semua menundukkan kepala dan membaca do’a dalam hati.
Ify masih terdiam tanpa kata saat melihat Rio yang memejamkan matanya sambil menundukkan kepala sedikit. Entah kenapa Rio itu bagaikan magnet dan Ify adalah logam yang selalu dekat dengan magnet tersebut. Sekali menatap Rio, susah untuk Ify buat melepaskan pandangannya dari cowok tampan itu.
Beberapa detik kemudian Rio mengangkat wajahnya. “Selesai!” diikuti oleh para anggota. Alvin berjalan beberapa langkah dan menepukkan kedua tangannya dua kali.
PLOK!! PLOK!!!
“Oke, hari ini kita akan latihan free-throw lagi sedikit dan kita akan mencoba berlatih slam dunk!” semua anggota saling pandang. Ify menganga sedikit. Slam dunk? Memang ada yang bisa melakukannya. ‘Kan slam dunk itu sulit!
Rio mengangguk seraya Alvin melanjutkan kalimatnya yang tadi sedikit tertunda. “Kita akan menghadapi SMA Karya Nusantara sekitar mendekati kelulusan kami, anak kelas XII. Ini adalah pertandingan yang menentukan poin terakhir yang kami akan dapatkan di bangku SMA. Jadi, mohon bantuan!”
“SIAP!!!” seru semua anggota dengan kompak. Alvin mengangguk mantap. “Bagus..”
Ify mengangkat alisnya. Kemudian bibirnya membentuk huruf ‘O’. ‘ooo.. ternyata Kak Alvin itu kapten Basket..’ batin Ify. Walau sebetulnya dugaannya itu.. salah.
Rio mendribble basket yang ditatap serius oleh para anggota yang sekarang sedang duduk di lapangan. Alvin, Gabriel, dan Cakka hanya berdiri berjejer di sebelah Rio sambil memegang bola basket yang kemudian di pass ke anggota-anggota.
“Oke. Sekarang kita akan latihan free-throw. Masih ingat, kan? Masa baru minggu lalu kita latihan sekarang udah lupa?” tanya Rio. Semua anggota sumringah. Tak sabar mereka latihan free-throw. Karena sebelum mereka latihan, pasti Rio akan mencontohkan free-throw yang sangat indah sekali untuk dilihat.
Rio memiringkan sedikit kepalanya. “Hmm.. Oke deh. Gue tau maksud elo pada apaan. Mau ngeliat gue ngelakuin free-throw kan?” jawaban sudah jelas terbaca di wajah anggota basket yang pada nyengir semua. Ify yang daritadi memperhatikan hanya bisa melihat. Dan memberikan komentar dalam hati.
“Oke deh. Saksikanlah penampilan amazing, spektakuler..”
Cakka menoyor kepala Rio. “Kelamaan bro! Lanjut aja napa?” Rio hanya bisa membalas dengan derai tawa kecil yang membuat wajah Ify dihiasi rona merah karena melihat wajah Rio.
“Iya iya.. Liat aja oke?” Rio mulai mendribble bola basket dan berdiri di depan ring bola basket, namun dengan jarak cukup jauh darinya. Rio mulai berkonsentrasi dan memusatkan bola basketnya ke sebuah gambar kotak di papan ring itu.
Rio menghela napas panjang dan menghitung dalam hati. ‘1..2..ti..’ pada saat Rio membatin angka tiga, ia mulai melompat sedikit dan melemparkan bola basket itu ke dalam ring. Bersamaan pada saat itu, cahaya matahari memantulkan cahayanya pada Rio dan sedikit cahaya terpantul kembali. Membuat Rio yang melemparkan bola basket itu terlihat bercahaya. Saat bola basket masuk ke dalam ring, para anggota bersorak riang. Rio hanya bisa membalas dengan senyuman.
Ify tak berkedip melihat Rio yang melakukan free-throw dengan baik. Indah. Membuat Ify tak bisa menghilangkan wajah Rio dari pikirannya. Apalagi saat Rio melakukan free-throw dengan indah. Beh..
Setelah Rio memberikan aba-aba pada adik kelasnya, ia menoleh sekilas ke arah pohon tempat Ify bersembunyi. Lalu tertawa kecil dan celingukan ke arah teman-temannya. Rio mulai berjalan ke arah Ify. Ify yang menyadari akan kehadiran Rio segera berdiri. Bodoh. Pikir Ify. Pada saat ia berdiri, justru wajahnya makin terlihat.
Ify mencoba berlari namun sesuatu tengah menepuk pundaknya pelan. Rio. Pasti Rio. Ify tak bisa memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Karena ia butuh cermin. Ingin tahu seberapa merahkah wajahnya sekarang. Yang jelas dan yang pasti merah sekali. Ify mencoba untuk menghela napas sejenak dan menoleh..
Ck. Ify mendecakkan lidah. Kapan sih keberuntungan memihak kepada Ify? Kenapa harus Pak Duta yang menepuknya??
Pak Duta tersenyum dan memulai pembicaraan. “Sudah 10 menit. Silahkan masuk ke dalam kelas.” Ify mengangguk dan Pak Duta berjalan ke dalam kelas. Namun ada sebuah suara yang sangat menarik perhatian Ify.
“Lil Fairy..” panggil Rio lirih. Ify menghentikan langkahnya. Tunggu. Kenapa panggilan itu harus memaksanya untuk berhenti dan menoleh? Siapa tahu yang dipanggil Rio itu bukan dirinya melainkan gadis lain.
Ify mempunyai ide agar Pak Duta tak memaksanya untuk masuk ke kelas. “engg.. Pak Duta!” Pak Duta menoleh ke arah Ify dengan tatapan heran. Ify membalasnya dengan cengiran di wajahnya. “Boleh saya ke toilet pak? Kebelet nih..” Pak Duta hanya menggelengkan kepalanya.
“Ya sudah. Kalau bisa cepet ya..” kata Pak Duta sambil berlalu ke dalam kelas. Ify menghela napas dan berbalik.
Sepasang mata yang teduh dan damai tengah menatap ke arahnya. “Kak.. Rio..” ujar Ify terbata. Rio hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Kenapa elo keluar kelas? Di setrap?” tanya Rio dengan nada ramahnya. Ify mengangguk dengan senyuman yang terlihat di wajahnya.
“Iya, guru gue Pak Duta. Biasalah kalo tau Pak Duta tau ada muridnya yang telat walau itu hanya 1 menit, pasti bakal dihukum setimpal. Diluar kelas, selama 1 menit juga. Makanya kadang-kadang gue males pelajaran Kimia.” Rio hanya manggut manggut.
Tanpa Ify sadari, tadi.. tadi Ify berbincang dengan Rio sangat rileks. Padahal biasanya ia sangat kaku pada seseorang yang baru saja ia kenal. Bahkan kalau di ajak bicarapun Ify hanya bisa mengatakan, “Oiya..” atau “He-eh..” bahkan sesekali hanya mengangguk dan mengulaskan senyuman tipis yang menyimpan perasaan terpaksa. Tapi ini? Rio juga hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Ify. Refleks Ify segera menutupi bibirnya dengan jemari-jemarinya.
Rio yang terheran-heran melihat Ify bertanya. “Kenapa? Bibirmu perih? Sakit?” tanya Rio dengan nada yang menyimpan kekhawatiran. Ify hanya menggeleng.
Sambil mengulaskan senyumannya, Ify menjawab. “Ngga kok kak.. Ngga apa-apa. Eh, yaudah deh gue ke kelas dulu aja kali ya?” kata Ify yang menunjuk ke kelas XI IPA1. Rio hanya terkekeh dan mengangguk.
“Silahkan, Fy. Masuk aja kali. Lo udah kayak mau pergi ke SnowBay terus ijin dulu ke mama lo deh..” tukas Rio diiringi derai tawanya yang membuat sebuah senyuman terbentuk di bibirnya. Raut wajahnya terlihat lembut. Damai. Derai tawa itu bagaikan lagu di telinga Ify. Apalagi melihat wajah tampan Rio yang tertawa lepas dihadapannya.
Ify tersadar dari lamunannya dan sedikit menggelengkan kepalanya. “Yaudah deh kak gue masuk dulu ya...” ujar Ify yang berlalu masuk ke kelas XI IPA1. Sebenarnya Rio melambaikan tangan pada Ify, namun gadis itu tak menyadarinya.
Rio menunduk sedikit. Tiba-tiba suara mengagetkannya. “Rio. Kapten! Ayo ke lapangan. Semua murid udah pada capek di suruh latihan free-throw mulu!” sahut Cakka sambil melingkarkan tangannya di pundak dan leher Rio. Alias merangkul Rio.
Sayup-sayup Ify mendengar suara Cakka yang mengatakan, ‘Rio. Kapten!’ serentak pada birai jendela Ify mengangkat kepalanya.
‘Kak Rio itu kapten basket? Kenapa semua ini terasa familiar di sini? Déja vu? Masa sih? Kayaknya ngga mungkin deh...’ batin Ify lantas memusatkan kembali pikirannya ke pelajaran Kimia yang sedang di jelaskan Pak Duta.
Ehem.. *berdehem dulu bentar, agak batuk nih..*
Rio dan Ify mulai berjalan lancar. Tapi kan masih ada pertanyaan tentang penafsiran Ify tentang Rio? Ada apa ya dengan Ify dan Rio? Kalo pada nanya AlVia, part selanjutnya itu khusus mereka berdua deh.. Oiya, maaf banget ya kalo lanjutannya agak lama.. hehe oke see you next part!
BBFN, Bye-bye for now...
= Irena =
No comments:
Post a Comment