Thursday, 19 August 2010

Innocent Reflection : Part 1

Part 1 : Merenung di Rumah, Senang di Sekolah

Ify melamun di depan cermin rias di kamarnya. Dihadapannya bukan hanya ada cermin, tapi juga ada foto dengan pigura berwarna biru ocean yang menghiasi. Di dalam foto itu terdapat Ify, Ray adiknya, mama, dan papa. Tanpa pikir panjang ia mengambil pigura foto itu. Matanya terus menatapi wajahnya yang saat itu sangat senang. Foto itu diambil pada saat Ify dan keluarganya jalan-jalan ke Paris. Terlihat menara Eiffel di belakang mereka.

Air mata mulai menyeruak di kedua sudut mata Ify, “Pa.. Papa kapan pulang sih? Ify kangen ama papa...” gumam Ify pelan. Butiran hangat itu sudah mulai mengalir ke wajahnya.

“Kak Ifyy..” seseorang menyembulkan kepalanya di balik pintu kamar Ify. Ify segera mengusap air matanya dan menoleh ke arah pintu. Tersenyum kecut.

“Iya Ray? Kenapa?” tanya Ify yang menaruh pigura foto kecil itu kembali ke tempat semula. Ray melangkah mendekati Ify yang masih duduk di bangku meja riasnya. Di tatapnya foto yang barusan Ify lihat. Ray menghela napas.

“Gue juga kangen bokap kak..” Ray menunduk. Ify tersenyum lalu mengelus kepala adiknya itu pelan. Lembut. Ray mendongak sedikit agar bisa melihat wajah kakaknya.

Ify masih tersenyum. Bahkan kali ini dia tertawa kecil. “Gue juga kangen Ray. Lo kira elo doang yang kangen? Hm?” tanya Ify sambil memiringkan kepalanya sedikit. Ray ikut tertawa kecil.

“Iya kak. Oiya, jadi lupa tadi kesini gue mau ngapain.. Oh! Makanan udah siap kak, abis itu kita berangkat bareng Pak Oni ya. Mobil udah di panasin tuh.” Ray berlari kecil ke arah balkon Ify yang terdapat sebuah mobil di bawah sana.

Ify menghela napas. “Mau naik mobil yang mana? APV? Gue ngga mau. Kadang eneg juga gue di sono.” Ify melipat kedua tangannya di depan dada. Ray menggeleng.

“Engga kok kak. Kita naik Jazz yang warna biru ocean. Mobil kakak, nanti.”, ujar Ray yang tengah berlari kecil menuju kakaknya.

“Yodah. Makan yuk! Gue juga udah laper. Menu makanan hari ini apa?” tanya Ify, masih dengan tangan yang terlipat di depan dada. Ray menerawang ke langit-langit kamar Ify yang berhiaskan warna biru dengan lampu hias yang menggantung di sana.

Ray menatap Ify lagi. “Ng.. Kayaknya sih..”

Belum sempat Ray menyelesaikan kalimatnya, Mama sudah memanggil dari tangga. “Ray, Ify! Pancake hangat sudah siap!” Ray dan Ify bertatapan.

“Iya, ma.. bentaar!” jawab Ify. Ray tersenyum puas. Ia menarik-narik tangan Ify makna mengajaknya ke bawah tangga. Ify mengangkat alis.

Ray masih menarik-narik tangan Ify. “Kaaak.. Ayo kaaak.. Pancake tuh..” bujuk Ray yang menunjukkan wajah memelasnya. Ify setengah mati menahan senyum melihat wajah Ray yang begitu lucu.

“Bah! Yaudah yaudah.. Ayo.” Ify langsung merangkul adiknya. Di pundaknya terselempang tasnya yang berwarna biru dengan garis-garis ungu yang menghiasi pinggiran tas.

Mereka berjalan pelan menuruni tangga. Tangga itu melingkar dan di ujungnya terdapat sebuah ruangan besar yang di pinggirnya berdiri tegap sebuah grand piano putih. Di sebelah kiri ruangan itu tersemat sebuah pintu kecil yang menuntun mereka menuju ruang makan. Dengan segera mereka berlari ke arah ruang makan itu.

Ruang makan itu bernuansa sangat mewah. Serasi dengan mata pencaharian papa Ify yang mempunyai perusahaan besar di Jakarta dan beberapa tempat di luar negeri. Juga mama Ify yang menjabat sebagai chef handal Restaurant Hot ‘n Delicious. Ruangan itu bercat putih berwalpaper bunga-bunga yang tergambar tipis dengan lampu kristal yang menggantung tepat di atas tengah meja makan besar yang ada di situ. Di atasnya sudah ada pancake dengan ice cream coklat yang terlihat sangat menggoda selera.

Ify mulai duduk dan meletakkan sebuah serbet kecil di atas rok abu-abunya. Segera diraihnya sebuah garpu dan pisau kecil untuk melahap pancake yang masih hangat itu. Sebelumnya, ia mengangkat tangannya dan berdoa dalam hati.

Beberapa saat kemudian, Ify mengangkat wajahnya. “Selamat makan..” ujarnya. Ify mulai melahap pancake yang sudah siap untuk disantap. Ray mengikuti tingkah kakaknya.

Tak lama kemudian, Ify sudah mau menyelesaikan suapan terakhirnya. Mengunyahnya, lalu menelannya sesuka hati. Setelah merasa pancake itu benar-benar tertelan, Ify segera meneguk sebuah susu coklat dingin yang berada di sebelah piringnya. Ia meneguknya sampai hanya bersisa beberapa tetesan rasa coklat.

Ify menoleh ke arah mamanya yang masih berkutat pada buku novelnya. Tertera di cover depan novel itu tulisan ‘Percy Jackson and The Lightning Thief’. Ya. Novel itu adalah novel punya Ify yang dipinjam mamanya untuk beberapa hari saking penasarannya pada cerita Percy Jackson yang sangat disukai Ify.

“Ma, aku ama Ray berangkat dulu ya.” Ify mengecup pipi mamanya. Mamanya menoleh sekilas sambil tersenyum, lalu mengkonsentrasikan pikirannya kembali ke novel yang beliau baca.

Ify menoleh ke arah Ray. Dilihatnya Ray sedang mengotak-atik sesuatu. Ify mengangkat bahu tanda tak mengerti apa yang diperbuat adik semata wayangnya itu. “Ray.. Lo lagi ngapain?” Ify berkacak pinggang.

“Nyari Nintendo gue! Mana yak?” kata Ray tanpa menoleh sekilaspun. Ify mendecak lidah. Berharap ada sebuah alkohol dan saputangan di tangannya sekarang untuk membungkam Ray dan segera ia seret ke neraka, eh sekolah.

Ify masih berkacak pinggang. “Orang udah gue buang kemaren..” kata Ify santai sambil mengeluarkan i-Phonenya dari saku seragamnya. Ray menoleh membelalakkan matanya.

“Bo’ong lo kak? Mana nintendo guaa!” Ray menggoncangkan pundak Ify dengan matanya yang mengadah ke mata Ify yang masih melihat ke layar i-Phone. Ify balas menatap Ray.

“Kalo ngga mau dibuang, berangkat sekarang! Keburu telat!”

***

Di SMA Bina Pusaka, tepatnya di ruangan markas para OSIS, yang tak lain adalah di ruang OSIS. Terdapat empat cowok yang sedang asyik dengan aktivitas mereka masing-masing. Ada yang sedang mendengarkan i-Pod, melihat-lihat kamera, duduk di meja sambil membuka-muka berkas OSIS, dan lainnya.

Cakka, sudah selesai membereskan rambutnya. Lalu melihat ke arah tempat gel Gatsby yang ia bawa dari rumah. “Yaaah.. Gel gua abiss.. Pin! Minta dong Pin! Alpiin!” seru Cakka. Alvin yang merasa terganggu karena ia sedang asyik melihat kameranya menoleh.

Alvin mendecak lidah, “Cak, gue bukan sebuah section yang ngejual semua gel Gatsby buat elo! Sana cari di koperasi! Kagak nyadar apa rambut lo tuh acak-acakkan? Gantengan juga gue..” Alvin narsis. Kemudian seseorang melempar penghapus Boxy ke arah Alvin.

Alvin menoleh. “Baek-baek Yo!” omelnya. Rio hanya bisa nyengir. Posisinya sedang duduk di meja OSIS dengan kepala yang disangga oleh kedua tangannya. Gabriel hanya duduk di atas meja OSIS.

Gabriel memasukkan HP-nya ke dalam saku. “Woi! Daripada elu,” Gabriel menunjuk Alvin “Dan elu,” Gabriel menunjuk Cakka. “..pada berantem, mendingan bantuin kita ngurusin nih angket-angket OSIS! Puyeng tau ngga seeh..”

“Lo kira lo doang yang puyeng? Gue selaku ketua OSIS di sini puyeng banget Yel! Lah elu masih mending, kan lo Cuma gantiin gue doang kalo gue ada halangan..” tutur Rio sambil membolak-balikkan berkas OSIS tentang nama-nama murid baru.

“APAA? Rio punya halangan? Yaampun Rio sejak kapan elo jadi ceweek?” Cakka mendramatisir layaknya seorang cewek di telenopela (??). rio menoyor kepala Cakka.

“Maksud gue kalo gue lagi sakit, curuut!!”

***

Sivia duduk termenung di bangku kantin sekolah SMA Bina Pusaka. Sesekali ia melirik ke jam tangan meran maroon yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Jam 06.23. hm, oke. Ify masih belum datang juga. Sivia mengayun-ayunkan kakinya dengan pandangan menerawang ke segala arah.

Sivia menghentikan lamunannya saat ada sebuah suara memanggilnya, “Sivia Azizaaaah!!” panggil suara itu, Ify. Refleks Sivia segera mengangkat kedua ujung bibirnya dan membentuk sebuah senyuman.

“Ifyy!! Lama amat sih loo!” omel Sivia, walau masih terkandung rasa senang saat Ify datang. Ify hanya bisa nyengir.

“Hihihi.. Abis tadi si Ray ngabisin makanannya lama banget siih!” kata Ify sambil tertawa. Sivia hanya memperhatikan wajah Ify dengan tatapan heran. Ify yang merasa diperhatikan, menoleh.

“Kenapa lo Vi?” tanya Ify heran. Sivia tak menghiraukan dan tetap memandang wajah Ify. Ify menaikkan alisnya. Dan mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Sivia.

Sivia berhenti memandang Ify. “Masih suka memakai cermin yang sama sekali ngga mencerminkan diri lo di rumah ya Fy?” tanya Sivia.

CTAAKKK!! Skak mat. Ify tak bergeming.

Ify masih terdiam. Memang, Sivia selalu tau bahwa dirinya di rumah dan di sekolah sangat berbeda. Di rumah, Ify sangat kalem. Sementara di sekolah, Ify sangat suka bergaul dan ceria. Bahkan Ify tak tau sebetulnya dirinya yang sebenarnya itu siapa.. Apakah dirinya itu periang, atau pendiam dan perenung di rumahnya. Ia memandang Sivia yang melipatkan tangannya di depan dada. Ify berusaha tersenyum.

“Haah, udahlah jangan dipikirin.. Ayo ke kelas!” ajak Ify. Sivia tersenyum dan merangkul Ify. Ify balas merangkul Sivia. – bukan CeTe ya.. sahabat doang.. -.

Sivia memulai pembicaraan saat perjalanan mereka ke kelas. “..Fy. kalo ada apa-apa cerita aja ya ke gue..” gumam Sivia lembut. Ify mengangguk lalu tersenyum.

Dibenak Ify masih terngiang-ngiang kata yang barusan saja Sivia ucapkan.

‘Masih suka memakai cermin yang sama sekali engga mencerminkan diri lo ya Fy?’

Gimana? Gimana? Jelek ya? –maaf kalo jelek-

Bagus ngga? –kalo iya, Alhamdulillah..-

Yaudah tinggal tunggu aja Part 2-nya ya.. maklum masih amatir, jadi maaf aja kalo jelek.. :)

Cheerio!

=Irena=

No comments:

Post a Comment